LATAR BELAKANG KELUARGA:
Yanusa Nugroho yang lahir di Surabaya, tanggal 2 Januari 1960.
Kepiawaan penulis berambut gondrong ini yang sejak kecil gemar membaca, terutama cerita-cerita wayang menapaki pendidikan sekolah dasar di daerah yang berbeda.
Masa kecilnya di Surabaya dijalani sampai tahun 1969, ketika kesenian tradisional, seperti ludruk, ketoprak, wayang wong, dan wayang kulit masih menjamur subur di Suarabaya. Tahun 1970, ia ikut orang tuanya pindah ke Palembang.
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN:
Pendidikan dasarnya diawali di SD YMCA Surabaya, tetapi ia menamatkannya di SD Methodist II Palembang (1974). Sekolah menengah pertamanya di SMP Negeri I Sidoarjo, Jawa Timur (1977).
Sementara itu, pendidikan SMA dilanjutkan di SMAN 43, Jakarta Selatan (1981). Sama halnya ketika menapaki pendidikan di sekolah dasar, pria yang asal Surabaya ini semasa memasuki kuliah pun pernah mengenyam di daerah yang berbeda pula, Yanusa pernah kuliah di IPB, Bogor, tetapi drop out pada tahun 1983.
Yanusa kemudian pindah ke Jakarta mendaftar lagi menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra UI, jurusan Sastra Indonesia. Akhirnya ia dapat menamatkan kuliahnya dan diwisuda sebagai sarjana sastra pada tahun 1989.
LATAR BELAKANG PEKERJAAN:
LATAR BELAKANG KESASTRAAN / KEBAHASAAN:
Yanusa Nugroho memulai debut menulis ketika masih duduk di bangku sekolah menengah dan mulai berkibar ke blantika media massa pada tahun 1981 sampai sekarang. Karya cerpennya hingga kini sudah menghiasi halaman-halaman media massa, seperti Kompas, Matra, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Merdeka, Republika, Femina, Amanah, Syir’ah, Noor, dan Ayah Bunda.
Keterlibatan Yanusa Nugroho dalam dunia tulis menulis, terutama cerpen, ternyata juga pernah duduk sebagai redaksi di Majalah Berita Buku IKAPI.
Tahun 1991. Ayah dua anak yang piawai dalam merangkai dan mengotak-atik kata ini, setelah tidak lagi duduk sebagai redaksi di Majalah Berita Buku IKAPI mencoba mencari pengalaman menjadi penulis naskah di biro iklan Adwork Advertising.
Namun, pria kelahiran Surabaya ini ingin selalu berkreasi dengan ide-idenya. Ia kemudian mencoca lagi mencari pengalaman ke tempat baru. Tempat yang dituju adalah ke Indo-Ad. Di Indo-Ad (sekarang bernama Ogilvy, Jakarta ini) Yanusa tetap berprofesi sebagai penulis naskah iklan. Tampaknya petualangan Yanusa ke berbagai biro iklan berakhir tahun 1998. Dan, sejak tahun itu pula, ia lebih menikmati hidup sebagai penulis lepas.
KARYA:
Seiring dengan berjalannya waktu, karya cerpen Yanusa selain dimuat dalam media massa, karya-karya cerpennya juga telah dibukukan, antara lain:
1. Bulan Bugil Bulat (1989),
2. Cerita di Daun Tal (1992),
3. Menggenggam Petir (1996),
4. Segulung Cerita Tua (2002),
5. Kuda Kayu Bersayap (2004),
6. Tamu dari Paris (2005) adalah karya cerpennya yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia dan Grasindo.
Selain itu, cerpen-cerpennya juga pernah dibukukan bersama sastrawan lainnya:
1. di dalam Kado Istimewa (1992),
2. Lampor (1994),
3. Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995),
4. Mata yang Indah (2001),
5. Jejak Tanah (2002),
6. Sepi pun Menari di Tepi Hari (2004),
7. Kurma (2003),
8. China Moon (2003), dan
9. Satu kumpulan cerpen yang diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris, juga bersama sastrawan lainnya, berjudul Diverse Lives-editor Jeanette Lingard (1995).
Novelnya:
1. Di Batas Angin (2003),
2. Manyura (2004), dan
3. Boma (2005).
Salah satu cerpennya Kunang-Kunang Kuning (1987) pernah meraih penghargaan Multatuli dari Radio Nederland.
Begitu juga kumpulan cerpennya “Segulung cerita Tua”, sempat masuk nominasi Hadiah Sastra Katulistiwa.
Tahun 2006, Wening cerpennya, mendapat Anugerah Kebudayaan tahun 2006 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Pengalaman dan kepiawaian Yanusa Nugroho mulai dari menulis cerpen, otak-atik kata menjadi bahasa iklan hingga menulis skenario sudah tidak diragukan lagi. Naskah skenario yang pernah ditulisnya juga sangat menarik untuk anak-anak. Naskah itu ditulis diproduksi oleh Red Rocket Bandung yang dikemas dalam bentuk serial animasi berjudul Dongeng Untuk Anak dan Kau.
Selain kepiawaan menulis cerpen, iklan, dan skenario, Yanusa Nugroho juga pernah membantu SET Production. Di SET Production ini, dia menulis salah satu skenario seri Tokoh Bangsa, Bung Hatta. Sayap yang dibentangkan pria lulusan Fakultas Sastra UI ini, ternyata sampai juga hingga ke EKI Dance Company. Di EKI Dance Company, Yanusa pernah menulis naskah berupa, Gallery of Kisses. Di sela-sela kesibukannya menulis karya cerpen, Yanusa juga masih sempat membantu kelompok Deddy Luthan Dance Company dalam menggarap beberapa karya tari mereka.
Kecintaannya pada dunia wayang yang dicintainya sejak kecil masih terus digeluti hingga kini. Karena kecintaannya pada wayang, terlebih wayang kulit, karya sastra yang ditulis ada yang didasari pada cerita wayang, terutama tokoh dan ceritanya. Dua novelnya yang berjudul Di Batas Angin dan Menyura adalah karyanya yang ditulis berdasarkan kisah pewayangan Jawa. Dari kisah-kisah pewayangan itu pula, suami dari Yuli ini akhirnya dapat melahirkan konsep pertunjukan wayang kulit televisi KALASINEMA, yang digarapnya bersama Ki Manteb Sudharsono dan para seniman pengajar STSI, Surakarta. Konsep pertunjukan wayang purwa yang sempat dijadikan VCD ini oleh Mathew Cohen-pengamat seni pertunjukan Asia dan pengajar di Glossgow University, pernah memutar KALASINEMA sebagai materi pembelajaran di fakultas yang dipimpinnya. Selain itu, Yanusa juga sdah membuat VCD pembacaan cerpen berdurasi 40-an menit, berjudul Anjing, yang diambil dari kumpulan cerpennya Kuda Kayu Bersayap.
Kini, Yanusa Nugroho, di rumahnya yang asri di ujung selatan Jakarta, tepatnya di Bukit Nusa Indah, Jalan Pinang kav. 982, Ciputat 15414, didampingi seorang isteri dan putri yang beranjak dewasa serta seorang putra, masih terus dan tetap konsisten berkarya, terutama menulis cerbung dan cerpen. Di samping kesibukan menulis, Yanusa Nugroho juga menjadi mengajar penulisan kreatif (copywriting) di Yayasan Budha Dharma Indonesia (BDI), pembimbing penulisan naskah iklan, pembimbing workshop penulisan cerita fiksi (cerpen) di berbagai tempat dan menulis artikel pentas-pentas kesenian di berbagai daerah di Indonesia. ***
Link to full article
Không có nhận xét nào:
Đăng nhận xét