Saya sering geram melihat tanda penunjuk jalan di Bandung ini. Petunjuknya tidak informatif dan terkesan asal-asalan. Seharusnya penunjuk jalan ini membantu pengguna jalan – yang banyak di antaranya adalah wisatawan dari kota lain.
Isi dari penunjuk jalan seharusnya menggunakan ciri-ciri tempat yang sangat khas, landmark. Eh, yang ada sekarang adalah penunjuk jalan ini digunakan untuk iklan. Arah yang ditunjukkan bukan sebuah tempat atau daerah, tetapi malah nama toko. Aneh. Mending kalau tokonya sudah ada dari sejak jaman dahulu – yang mungkin bisa kita debat sebagai sebuah landmark – yang terjadi adalah nama toko yang baru muncul. Tanda petunjuk jalan ini dijadikan alat untuk promosi. Wah sudah tidak betul nih.
Terbayang oleh saya apabila toko (iklan) tersebut sudah tidak berlaku lagi, maka tanda penunjuk jalan tersebut harus diperbaiki. Berapa biaya yang harus dikeluarkan? Belum lagi tanda yang baru mungkin membingungkan orang lagi. Wah.
Mungkin masalah ini tidak terjadi di kota Bandung saja ya? Dahulu pernah saya lihat petunjuk jalan tol yang menuju Bandung diberi nama “Purbaleunyi”. Mengapa tidak “Bandung” saja? Banyak orang yang tidak tahu “Purbaleunyi” sehingga akhirnya kelewat tuh arah ke Bandung.
Nampaknya orang-orang yang diberi tugas untuk memberi ijin dan membuat tanda petunjuk jalan harus disekolahkan dulu ya?
Filed under: Curhat Tagged: Curhat, postaday2012
Link to full article
Không có nhận xét nào:
Đăng nhận xét