Thứ Hai, 12 tháng 11, 2012

6 Cerpen dalam 1 Film

SKETSA NYINYIR (TAPI MENGASYIKKAN) TENTANG JAKARTA. Ketika listrik rumah padam karena penggiliran di sebuah kawasan Jakarta, sehingga TV tak dapat ditonton, lalu untuk twitteran di ponsel pun tidak bisa karena low batt, apa yang dapat dilakukan oleh sepasang suami-istri muda  tanpa anak? Saya tak tahu apakah mereka kegerahan sekali, karena umumnya kelas menengah Jakarta memakai AC di kamar tidurnya, padahal listrik mati (eh iya, sih mereka tak berselimut). Saya tak tahu pasti karena yang terpampang adalah kegelapan kamar, tepatnya keremangan yang sangat, yang seolah-olah dibidik dari kamera bertripod di sudut ruang yang dibiarkan merekam pembicaraan mereka. Mati lampu beberapa jam? Ketika itu terjadi biasanya dikeluhkan orang Jakarta di Twitter, tapi menjadi keheranan tweeps di luar Jawa karena mereka mengalami yang lebih buruk tanpa menyumpah serapah. Cerita dalam Gelap Nyatanya kegelapan bisa menjadi saat yang cocok berkomunikasi. Biasanya saat lampu menyala, masing-masing penghuni rumah asyik dengan dunia kecilnya: gadgets, bacaan, tontonan TV. Ketika lampu padam, kamar kembali menjadi dunia kecil untuk dua orang – tapi penonton tak melihat wajah mereka. Di sana mereka bercakap-cakap, saling ledek, dan akhirnya saling menelanjangi perselingkuhan masing-masing tanpa ledakan amarah karena sudah tahu sama tahu. Gelap adalah panggung yang tepat untuk suara. Dalam Gelap, sebagai bagian dari omnibus Jakarta Hati(Salman Aristo, 2012), menyodorkan sketsa kehidupan urban dengan pas. Denting cincin perkawinan yang jatuh ke lantai (karena suami sengaja menjatuhkannya?) di tengah percakapan sungguh mencubit penonton. Kemudian istri bertanya apakah suaminya juga melepaskan cincin saat mengencani pacarnya, dan jawabannya adalah pertanyaan balik dari suami: “Kamu juga ngelepas cincin?” (bukan kutipan persis). Gelap adalah sekresi dan (akhirnya mungkin) rekonsiliasi, tanpa saling tatap mata sepasang manusia. Celakanya saya tak tahu pasti, ketika pembicaraan sampai ke soal api gairah yang padam, lalu disusul bunyi isyarat ponsel akan mematikan diri, itu berasal dari film atau penonton depan saya. Namun dari manapun sumbernya, suara ponsel mematikan diri itu tepat sekali. Sketsa Jakarta Saya belum pernah menonton film Salman Aristo sebelumnya, terutama Jakarta Maghrib, sehingga belum bisa mengenali cara dia menuturkan kota dan manusianya. Tapi bagi saya, dengan segala keawaman saya tentang sinema, enam cerpen dalam film ini bisa membuat kita becermin. Inilah Jakarta, ibu kota [...]
Link to full article

Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét

Bài đăng phổ biến