Aku terduduk. Memandangi kota di malam hari. Lampu-lampu menerangi rumah. Menjauhkan kegelapan dan ketakutan. Seharusnya city lights membuat suasana yang indah, tetapi untuk seorang diri ini merupakan sebuah siksaan. Tak dapat membagi keindahan. Sigh.
Angin dingin menembus kemeja dan T-shirt yang kukenakan. Tangan merapikan kemeja, memasukkan anak kancing ke lubangnya. Tidak sengaja tangan menyentuh bagian tubuh yang keras bagai baja. Titanium tepatnya.
Benda ini berada di sana sebagai upaya untuk menyelamatkan diriku ketika mengalami kecelakaan. Nenek, seorang dokter peneliti jenius, yang memasangkannya. Selain itu ada banyak hal yang dilakukan nenek untukku. Tak banyak yang tahu bahwa sesungguhnya setengah tubuhku adalah titanium. Tak ada bedanya dengan sebuah robot.
Kecelakaan itu juga mengubah hidupku karena pada hari itu aku kehilangan kedua orang tuaku. Hanya nenek satu-satunya yang kumiliki. Kesedihan yang memuncak juga membuat hatiku menjadi lebih keras dari Titanium. Maybe this is for the best.
Ah, sudah waktunya makan malam. Nenek pasti sudah menungguku. Menghela nafas, seraya lirih berkata …
I am Titanium.
Filed under: Prosa Tagged: postaday2012, Prosa
Link to full article
Không có nhận xét nào:
Đăng nhận xét